M. Fauzan Noor, Ketua Pelaksana Program Dana Padanan Vokasi menjelaskan, lewat program pendampingan ini, mereka telah menghasilkan berbagai rekacipta yang signifikan untuk mengembangkan potensi wisata berbasis masyarakat di Kabupaten Kukar. “Kegiatan ini berfokus pada pelbagai aspek pengelolaan dan pengembangan wisata,” ujarnya, belum lama ini.
Dia menerangkan, aspek pengelolaan dan pengembangan wisata tersebut termasuk pula manajemen organisasi (tata kelola kelembagaan), pemanduan wisata, dan pembuatan paket wisata. “Ada juga tata kelola wisata dengan desain visual 3D (3 Dimensi, Red.), tata kelola keuangan, serta brandingdan content digital,” ucapnya.
Menurut M. Fauzan Noor, hasil dari program ini mencakup 9 hal dan mencapai 4 kriteria Indeks Kerja Utama (IKU) yang signifikan. Sebut saja seperti IKU 2 (10 mahasiswa berkegiatan di luar kampus), IKU 3 (5 dosen berkegiatan di luar kampus), IKU 5 (hasil karya dosen digunakan oleh masyarakat), dan IKU 6 (kerjasama dengan mitra berupa Memorandum of Understanding/MoU dengan 3 desa dan perjanjian kerjasama dengan 3 kelompok sadar wisata).
“Mitra utama dalam kegiatan ini adalah Dinas Pariwisata Kabupaten Kukar, sementara penerima manfaat utama adalah 3 Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata, Red.) di 3 desa wisata tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, Koordinator Prodi D4 Usaha Perjalanan Wisata (UPW), Jurusan Pariwisata Polnes ini menyatakan, ada 5 tujuan di program pendampingan ini. Pertama, pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pengembangan destinasi wisata, sehingga mereka dapat merasakan manfaat ekonomi secara langsung. Kedua, pengembangan kapasitas. Melalui pelatihan dan pendampingan, kemampuan masyarakat dan pengelola wisata ditingkatkan. Termasuk dalam manajemen, pelayanan, dan pemasaran.
Ketiga, inovasi dan kreativitas. Pendekatan dengan menggunakan teknologi seperti desain 3D dan content digital mendorong inovasi dalam pengembangan destinasi wisata. Keempat, keberlanjutan wisata. Dimana model pengembangan berbasis masyarakat memastikan bahwa pengelolaan wisata dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Kelima, kolaborasi multi pihak. Dimana kerjasama antara institusi pendidikan, pemerintah, dan masyarakat menciptakan sinergi yang kuat untuk mengembangkan potensi wisata daerah,” ulasnya.